ANALISI HUKUM PENCATATAN PERNIKAHAN DI KUA BATU CEPER KOTA TANGERANG
Abstract
Suatu bukti pencatatan adanya suatu pernikahan adalah merupaan bukti dokumen privat dalam suatu keluarga, maka dari itu administrasi pemerintah melalui kementrian agama melaluikantor urusan agama (KUA) kecamatan. Suatu perkawinan sah, apabia dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dalam hal ini menjadi penting (urgent) bagi setiap orang ketika akan membentuk suatu keluarga ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Suatu perbuatan yang mulya yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia lahir dan batin untuk selama hayat dikandung badan, setiap calon pengantin harus mengetahui syarat untuk mendaftarkan suatu pernikahan mengurus keterangan dari RW suatu keterangan apakah masih lajang atau bukan, surat tersebut dibawa ke kantor kelurahan atau desa untuk mendapatkan keterangan dan selanjutnya dibawa ke kantor urusan agama kecamatan Batu Ceper, kota Tangerang, propinsi Banten setelah persyaratan administrasi dipenuhi, kedua calon pengantin mengikikuti pembekalan (penataran), bila pernikahan dilaksanakan pada hari dan jam kerja di kantor KUA maka biayanya Rp 0,00; (gratis) namun bila pernikahan dilaksanakan diluar kantor KUA diluar jam kerja maka biayanya pencatatan pernikahan sebesar Rp 600.000,00; syarat dan rukun pernikahan menurut Islam yaitu: pertma ijab dari wali pengantin wanita yang artinya menawarkan dan qobul dari mempelai pria yang artinya menerima, kedua wali dari mempelai wanita, tiga ada calon pengantin pria dan wanita, empat mahar (mas kawin), kelima saksi dua orang laki-laki, dan enam persetujuan antara kedua mempelai pria dan wanita. Bukti adanya suatu pernikahan telah dilaksanakan dibuatnya buku nikah yang diterima oleh masing-masing suami dan istri, setelah pernikahan dilangsungkan, seorang suami membacakan janji talak atas istrinya yang intinya berjanji, bila meninggalkan istri dua tahun berturut-turut atau tidak memberi nafkah wajib, tiga bulan lamanya, atau menyakiti badan, atau tidak memperdulikan (membiarkan) selama enam bulan lamanya, bila istrinya tidak ridho (ikhalas) maka istri bisa mengajukan ke pengadilan agama atau yang diberi hak mengurus pengaduan itu, dan pengaduan itu dibenarkan istri membayar uang `iwadl, maka jatuhlah talah satu kepadanya
Downloads
Published
Issue
Section
License
LPPM Prosiding Seminar Nasional Universitas Islam Syekh Yusuf this site and metadata is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License